Minggu, 04 Januari 2015

MAKALAH PARADIGMA DAN TEORI-TEORI ANTROPOLOGI

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Antropologi berasal dari bahasa Yunani Anthropos yang berarti manusia dan Logos yang berarti wacana (dalam pengertian "bernalar", "berakal").Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.Terlepas dari jenis penelitian tentang Antropologi maka harus memperoleh banyak informasi tentang pendekatan Antropologi baik secara umum atau khusus yang digunakan dalam ilmu social. Fungsi dari pendekatan ini adalah untuk mengetahui peistiwa-peristiwa yang dialami oleh manusia, yang menyangkut kajian tentang satu hal atau lebih secara intensif. Data yang dikumpulkan dapat diperoleh dengan berbagai cara. Pendekatan antropologi ini di samping digunakan dalam penelitian ilmu social, juga dapat memberikan kesimpulan yang berlaku untuk umum.
Pendekatan dan teori-teori yang digunakan dalam Antropologi tidak sama. Terdapat beberapa pendekatan dan teori yang berbeda dari para Antropolog. Itulah sebabnya makalah ini ditulis untuk mengetahui bagaimana pendekatan dan teori-teori Antropologi tersebut.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana paradigma antropologi?
2.      Apa saja teori-teori yang ada di antropologi?
C.    Tujuan
Adapun tujuan yang ingin di capai dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Memenuhi tugas yang diberikan pada mata kuliah Antropologi
2.  Mengetahui paradigma antropologi
3.  Mengetahui teori antropologi
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Paradigma Antropologi
Dalam upaya membangun suatu pemahaman ilmiah mengenai pengalaman manusia yang komprehensif dan progresif antropologi menyandang dua tugas. Pertama, mengonstruksi paradigma yang bermakna dan produktif yang mampu menjelaskan fenomena manusia yang signifikan. Kedua, mempertajam paradigma tersebut dengan kritis dan kompratif. Perbandingan paradigma-paradigma tidak mendorong kita untuk memilih paradigma, sedangkan paradigma tertentu mungkin akan digantikan oleh paradigma lain dengan landasan pertimbangan tertentu. Akhirnya sasaran kajian antropologi adalah untuk mengembangkan paradigma secara lebih tajam daripada paradigma sebelumnya untuk menjelakan kondisi manusia. Barangkali, tidak akan ada paradigma yang terbaik, yang terpenting kita catat bahwa suatu paradigma mungkin lebih baik daripada pardigma lain, tetapi tidak ada paradigma yang dapat menganalisis semua kemungkinan.
Dalam sejarah perkembangan antropologi diwarnai oleh divegensi teori yang semakin meningkat, dan pola tesebut nampaknya terus berlangsung. Tidak ada kesepakatan tentang berapa jumlah paradigma dalam antropologi masa kini.
Berikut adalah beberapa contoh paradigma antropologi (Achmad fedyani 2005: 63-66).
a.      Evolusionisme klasik
Paradigma ini berkembang pada kahir abad ke-19 tatkala disiplin ilmu  paradigma ini untuk pertama kalinya menemukan identitasnya yang jelas. Evolusionisme klasik – khususnya Lewis Henry Morgan (1977) dan Edward B. Tylor (1871) berupaya menelusuri perkembangan kebudayaan sejak yang paling awal, asal usul primitf, hingga yang paling mutakhir, bentuk yang paling kompleks (yakni, pada masa peradaban Barat abad ke-19). Paradigma ini mengalami kendala karena mengandalkan data tangan kedua, suatu etnosentrisme implicit, dan kecenderungan menghasilkan teori-teori yang spekulatif dan tidak bias diuji. Akan tetapi, evolusionisme klasik memiliki andil besar bagi pengembangan metode komparatif, yang terbukti merupakan kontribusi amat penting bagi antropologi.
b.      Difusionisme
 Populer khususnya di Inggris dan Jerman pada awal abad kedua puluh, paradigma ini berupaya menjelaskan kesaman-kesaman diantara bebagai kebudayaan. Kesamaan tersebut terjadi karena adanya kontak-kontak kebudayaan. Difusi adalah proses historis dari perubahan kebudayaan melalui transmisi lintas-budaya dari objek-objek materi dan perilaku dan keyakinan yang dipelajari. Difusionis Erofa terkemuka adalah Fritz Graebner (1911) dan Wilhelm Schmidt (1939). Di Amerika Serikat, paradigma ini mengekspresikan dirinya melalui konsep “daerah kebudayaan” dan tampak secara mencolok dalam karya Clark Wissler (1917) dan Alfred Kroeber (1939). Namun, semenjak pertengahan abad ke-20 difusionisme tak lagi memiliki pendukung yang signifikan.
c.        Partikularisme Historis
Paradigma yang dibangun oleh bapak antropologi Amerika, Franz Boas (1963(1911))  ini terutama memusatkan perhatian pada pengumpulan data etnogafi dan deskripsi mengenai kebudayaan tertentu. Partikularisme historis menolak teori-teori evolusionis klasik yang terkadang spekulatif, akan tetapi sebaliknya memperjuangkan upaya mengidentifikasi proses-proses historis yang bertanggung jawab bagi perkembangan kebudayaan-kebudayaan tertentu. Partikularisme historis menekankan pentingnya penelitian lapangan tangan pertama yang lengkap dan ekstensif yang bertujuan membangun catatan yang selengkap dan seakurat mungkin mengenai kehidupan suatu masyarakat asli. Partikularisme sejarah meninggalkan jejak yang mendalam dalam antropologi Amerika serikat. Namun, tidak ada penelitian antropologi masa kini yang mengikuti saran-saran paradigma tersebut; arti penting paradigma ini secara eksklusif adalah historis.
d.       Struktural-Fungsionalisme
Paradigma ini dikembangkan terutama di Inggris, khususnya oleh A. R. Radcliffe-Brown (1952) dan B. Malinowski (1922). Prinsip yang melandasi paradigma ini adalah analogi biologi: Struktural-fungsionalisme berasumsi bahwa komponen-komponen system sosial, seperti halnya bagian-bagian tubuh suatu organisme, befungsi memelihara integritas dan stabilitas keseluruhan system. Di Amerika Serikat, paradigma ini menimbulkan dampak terbesar terhadap kalangan sosiolog, dimana Talcott Parsons (1937) adalah salah satu tokoh yang terpenting. Paradigma structural-fungsionalisme secara utuh hanya mengilhami sedikit, itu pun kalau masih ada, penelitian antropologi masa kini, akan tetapi bagaimana pun konsep fungsi selalu tersirat dalam semua teori antropologi mengenai struktur masyarakat.
e.       Antropologi Pisikologi
Pertama kali dibangun di Amerika Serikat pada tahun 1920-an, pada mulanya disebut “kebudayaan dan kepribadian”. Antropologi psikologi mengekspresikan dirinya kedalam tiga hal besar : hubungan antara kebudayaan manusia dan hakikat manusia, hubungan antara kebudayaan dan individu, dan hubungan antara kebudayaan dan kepribadian khas masyarakat. Penelitian dalam antropologi psikologi terutama terletak pada konsep-konsep dan teknik-teknik yang dikembangkan dalam psikologi. Kedua tokoh kunci dalam sejarah paradigma ini adalah Margaret Mead (1928) dan Ruth Benedict (1934). Paradigma ini masih cukup berpengaruh hingga pertengahan tahun 1980-an, tetapi kemudian surut setelah itu.
f.       Strukturalisme
Paradigma ini dibangun oleh ahli antropologi Perancis Claude Levi-Strauss (1963;1976). Strukturalisme adalah strategi penelitian untuk mengungkapkan struktur pikiran manusia-yakni, struktur dari poses pikiran manusia-yang oleh kaum strukturalis dipandang sama secara lintas budaya. Strukturalisme berasumsi bahwa pikiran manusia senantiasa distrukturkan menurut oposisi binari, dan kaum strukturalis mengklaim bahwa oposisi-oposisi tersebut tercermin dalam berbagai variasi fenomena kebudayaan, termasuk bahasa, mitologi, kekerabatan, dan makanan.
g.      Materalisme Dialektik
 Prinsip-prinsip teoritis mendasar dari paradigma ini pertama kali diartikulasikan oleh Karl Marx lebih dari seabab yang lalu. Materalisme dialetik berupaya menjelaskan alasan-alasan terjadinya perubahan dan perkembangan system sosial budaya. Para pendukung paradigma ini berpendapat bahwa suatu struktur dan ideology suatu masyarakat ditentukan oleh mode produksi dan yakin bahwa masyarakat kapitalis memiliki benih-benih destruksinya sendiri dalam “kontradiksi” yang melekat antara keinginan akan keuntungan dan kebutuhan untuk mengeksploitasi tenaga kerja. Banyak antropolog masa kini diilhami oleh paradigma ini, termasuk misalnya Marshall Sahlins (1976). Salah satu kritik yang penting dan dikonsepsikan dengan baik terhadap paradigma ini adalah dari Marvin Harris (1979:141-164).
h.      Cultural Materialisme
Paradigma ini berupaya menjelaskan sebab-sebab kesamaan dan pebedaan sosial budaya. Formulasi paling awal, sebagaimana dikembangkan oleh Leslie White (1949; 1959) dan Julian Steward (1955), dikenal sebagai “neo-evolusionisme” atau “ekologi budaya”; kini paradigma tersebut paling dekat dengan karya Marvin Harris (1979). Materialis kebudayaan mengemukakan bahwa mode produksi dan reproduksi masyarakat menentukan struktur sosial dan suprastruktur ideology, tapi materialis kebudayaan menolak bahwa konsep metafisika dari dialektika Hegel yang merupakan bagian dari materialism dialetik. Paradigma ini masih kuat pengaruhnya dalam antropologi, khususnya di Amerika.
i.        Etnosains
Paradigma ini juga disebut “antropologi kognitif ” atau “etnografi baru”. Paradigma ini dikembangkan di Amerika Serikat pada tahun 1950-an dan 1960-an sebagai strategi penelitian untuk mengidentifikasi aturan-aturan kebudayaan yang implisit yang melandasi perilaku. Perspektif teoritis mendasar dari paradigma tersebut terkandung dalam konsep analisis kompensional, yang mengemukakan komponen kategori-kategori kebudayaan dapat dianalisis dalam konteksnya sendiri untuk melihat bagaimana kebudayaan menstrukturkan lapangan kognisis.


j.        Antropologi Simbolik
Paradigma ini dibangun atas dasar bahwa manusia adalah hewan pencari makna, dan berupaya mengungkapkan cara-cara simbolik dimana manusia secara individual, dan kelompok-kelompok kebudayan dari manusia, memberikan makna kepada kehidupannya. Juga disebut “antropologi interpretif ”, paradigma ini berpengaruh besar dalam antropologi hingga kini.
k.      Sosiobilogi
Paradigma ini dipandang sebagai “reduksionisme biologi” oleh kebanyakan antropolog sosial budaya, tak banyak biolog yang menaruh minat menggunakan pendekatan ini. Dikembangkan oleh seorang ahli biologi, Edward Wilson yang berusaha menerapkan prinsip-prinsip evolosi biologi terhadap fenomena sosial dan menggunakan pendekatan dan program genetika untuk meneliti banyak prilaku kebudayaan.

B.     Teori-teori Antropologi
a.      Teori Evolusi Kebudayaan
1.      Edward Burnett Tylor
Menurut Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks,yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kesenian, kepercayaan,moral, hukum,adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.



2.      Lewis Henry Morgan
Menurut Morgan, sebagaimana yang dikemukakanya dalam buku yang ditulis tahun 1877 tersebut,semua bangsa didunia telah menyelesaikan proses evolusinya yang melalui lima tingkatan, yaitu :
1.      Era liar tua atau zaman paling awal sampai manusia menemukan api.
2.      Era liar madya atau sejak menemukan api sampai manusia menemukan senjata.
3.      Era liar muda atau sejak menemukan senjata sampai pandai membuat tembikar dan masih berprofesi sebagai pemburu.
4.      Era barbar tua atau zaman sampai manusia mulai beternak dan bercocok taman.
5.      Era barbar madya atau zaman sampai manusia pandai membuat peralatan dari logam, era barbar muda atau zaman sampai manusia mengenal tulisan,era peradaban purba, dan era masa kini.
3.      Childe
Bahwa keseluruhan pola perubahan yang terjadi dalam setiap fase perkembangan kebudayaan manusia menunjukkan perubahan yang bersifat evolusi dan progresif.







b.      Teori Difusi Kebudayaan
1.      Franz Boas
Unsur-unsur persamaan yang dimiliki oleh sebuah kebudayaan sangat diperhatikan secara cermat untuk kemudian dimasukkan ke dalam sebuah kategori yang disebutkan dengan dua istilah yang dikemukakan di atas.dengan cara seperti ini maka akan diketahui unsur-unsur kebudayaan yang ada dalam bergam kebudayaan manusia.





















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Antropologi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang mengambil fokus pada studi tentang manusia dan perilaku kebudayaannya. Sebagai disiplin baru yang muncul pada paruh kedua abad ke 20, antropologi menggelar studinya untuk menguak manusia berikut periaku social budayanya sejak awal mula muncul di muka bumi hingga pernik budaya manusia di masa kini. Karenanya, studi-studi antropologi sangat lekat dengan kerja-kerja riset terhadap situs-situs budaya dan penelitian berbasis riset lapang. Karena itulah kerja antroologi sering dilekatkan dengan riset-riset etnografi.
Istilah antropologi berasal dari bahasa Yunani, yakni dari kata-kata “Antropos” yang berarti manusia dan logos berarti ilmu. Secara harafiah antropologi berarti ilmu atau studi tentang manusia antropologi mempelajari manusia sebagai manusia bologis, dan sebagai makhluk sosial.

B.     Saran
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa apa yang kami tulis masih banyak terjadi kesalahan-kesalahan, baik dari segi isi (materi) dan sistematika penulisan. Oleh karena itu, penulis meminta sumbangsi saran dan pemikiran yang sifatnya membangun, demi kesempurnaan makalah ini, sehingga menjadi suatu bahan bacaan yang dapat bermanfaat untuk setiap orang yang membacanya.






DAFTAR PUSTAKA
Suminar,Tri.2012.Handout Antropologi.
Antropologi/Paradigma Antropologi _mashadimilanisti.htm di unduh tanggal 16 November 2014
ANTROPOLOGI/Rierry's Dimension  Paradigma antropologi.htm di unduh tanggal 16 November 2014
ANTROPOLOGI/lay Ra  teori teori antropologi.htm di unduh tanggal 16 November 2014
ANTROPOLOGI/Paradigma Antropologi.htm di unduh tanggal 16 November 2014


0 komentar:

Posting Komentar